Senin, 05 Januari 2015

UPACARA SEKATEN

Upacara Sekaten
Upacara Sekaten adalah sebuah upacara ritual di Kraton
Yogyakarta yang dilaksanakan setiap tahun. Upacara ini
dilaksanakan selama tujuh hari, yaitu sejak tanggal 5 Mulud
(Rabiulawal) sore hari sampai dengan tanggal 11 Mulud
(Rabiulawal) tengah malam. Upacara Sekaten
diselenggarakan untuk memperingati hari kelahiran (Mulud)
Nabi Muhammad SAW. Tujuan lain dari penyelenggaraan
upacara ini adalah untuk sarana penyebaran agama Islam.
Ada beberapa pendapat mengenai asal mula nama Sekaten,
yaitu:
Kata sekaten berasal dari kata sekati, yaitu
nama dari dua perangkat gamelan pusaka
Kraton Yogyakarta yang bernama Kanjeng
Kyai Sekati yang ditabuh dalam rangkaian
acara peringatan kelahiran Nabi Muhammad
SAW.
Sekaten berasal dari kata suka dan ati yang
berarti suka hati atau senang hati. Hal ini
didasarkan bahwa pada saat menyambut
perayaan kelahiran Nabi Muhammad SAW,
orang-orang dalam suasana bersuka hati.
Pendapat lain mengatakan bahwa sekaten
berasal dari kata syahadatain, yang
maksudnya dua kalimat syahadat yang
diucapkan ketika seseorang hendak memeluk
agama Islam. Pendapat ini didasari bahwa
pada jaman dahulu upacara sekaten
diselenggarakan untuk menyebarkan agama
Islam.
Bentuk-bentuk ritus yang ditampilkan dalam acara sekaten
adalah sebagai berikut.
1. Persiapan fisik dan non fisik petugas upacara.
2. Pengeluaran gamelan pusaka Kanjeng Kyai Sekati yang
terdiri dari dua perangkat, yaitu Kanjeng Kyai Guntur Madu
dan Kanjeng Kyai Nagawilaga dari persemayamannya.
3. Pemukulan gamelan pusaka, Kanjeng Kyai Sekati, di dalam
Kraton Yogyakarta, tepatnya di bangsal Ponconiti tratag
barat dan timur.
4. Penyebaran udhik-udhik oleh Sri Sultan pada saat
pemukulan gamelan, baik untuk pengunjung maupun untuk
para pemukul gamelan.
5. Pemindahan gamelan Kanjeng Kyai Sekati dari kraton ke
Masjid Besar.
6. Pemukulan gamelan Kanjeng Kyai Sekati di Masjid Besar.
7. Kehadiran Sri Sultan ke Masjid Besar untuk mengikuti
upacara peringatan hari besar Mulud Nabi Muhammad
SAW.
8. Penyebaran udhik-udhik oleh Sri Sultan untuk para
pemukul gamelan Kanjeng Kyai Sekati.
9. Penyebaran udhik-udhik oleh Sri Sultan di antara saka
guru (tiang utama) Masjid Besar.
10. Pembacaan riwayat Nabi Muhammad SAW.
11. Penyematan bunga kanthil (cempaka) pada daun telinga
kanan Sri Sultan pada saat pembacaan riwayat Nabi
Muhammad SAW sampai pada asrokal (semacam bacaan
berjanji).
12. Kembalinya Sri Sultan dari Masjid Besar ke kraton.
13. Kembalinya gamelan Kanjeng Kyai Sekati dari Masjid
Besar ke persemayamannya di dalam kraton.
Urutan atau tata cara ritual dalam penyelenggaraan upacara
Sekaten terdiri dari 5 tahapan, yaitu tahap persiapan, tahap
gamelan sekaten mulai dibunyikan, tahap gamelan sekaten
dipindahkan ke halaman masjid besar, tahap Sri Sultan hadir
di Masjid Besar, dan tahap kondur gongsa. Seluruh tahapan
ini berlangsung selama tujuh hari.
1. Tahap Persiapan
Tahap pertama adalah tahap persiapan. Ada 2 jenis
persiapan, yaitu persiapan fisik dan persiapan non fisik.
Persiapan fisik berwujud benda-benda dan perlengkapan-
perlengkapan yang diperlukan dalam penyelenggaraan
upacara, sedangkan persiapan non fisik berwujud sikap dan
perbuatan yang harus dilakukan sebelum pelaksanaan
upacara.
Untuk persiapan non fisik, para abdi dalem yang akan terlibat
dalam upacara harus mempersiapkan diri, terutama mental
mereka untuk mengemban tugas yang dianggap sakral
tersebut. Para abdi dalem yang bertugas menabuh gamelan
sekaten harus menyucikan diri dengan berpuasa dan siram
jamas (mandi keramas). Gamelan pusaka adalah benda
pusaka kraton, sehingga dalam memperlakukannya harus
dengan penghormatan yang khusus.
Untuk persiapan yang berwujud fisik, benda-benda dan
perlengkapan-perlengkapan yang perlu diperlukan dalam
penyelenggaraan upacara adalah sebagai berikut.
1. Gamelan Sekaten, yaitu gamelan pusaka bernama Kanjeng
Kyai Sekati.
2. Perbendaharaan lagu-lagu atau gending-gending khusus
yang tidak pernah dibunyikan pada acara lain. Konon,
lagu-lagu tersebut merupakan ciptaan Walisanga pada
jaman Kerajaan Demak. Lagu-lagu tersebut adalah Rambu
pathet lima, Rangkung pathet lima, Lunggadhung pelog
pathet lima, Atur-atur pathet nem, Andong-andong pathet
lima, Rendheng pathet lima, Jaumi pathet lima, Gliyung
pathet nem, Salatun pathet nem, Dhindhang Sabinah
pathet nem, Muru putih, Orang-orang pathet nem,
Ngajatun pathet nem, Bayem Tur pathet nem, Supiatun
pathet barang, Srundheng Gosong pelog pathet barang.
3. Sejumlah kepingan uang logam untuk disebarkan dalam
upacara udhik-udhik.
4. Naskah riwayat Mulud Nabi Muhammad SAW yang akan
dibacakan oleh Kyai Pengulu pada tanggal 11 Rabiulawal
malam.
5. Sejumlah bunga kanthil (cempaka) yang akan disematkan
pada daun telinga kanan Sri Sultan dan para pengiringnya
pada saat menghadiri pembacaan riwayat Mulud Nabi
Muhammad SAW.
6. Busana seragam yang masih baru dan sejumlah samir
khusus untuk dipakai oleh para niaga yang bertugas
menabuh gamelan.
2. Tahap Gamelan Sekaten Mulai Dibunyikan
Tahap kedua adalah tahap gamelan sekaten mulai dibunyikan.
Gamelan sekaten akan dibunyikan di dalam kraton, tepatnya di
Bangsal Ponconiti yang berada di halaman Kemandhungan
atau Keben, yaitu di tratag bagian timur dan tratag bagian
barat. Pada pukul 16.00 WIB gamelan Kanjeng Kyai Guntur
Madu dan Kanjeng Kyai Nagawilaga dikeluarkan dari tempat
persemayamannya. Kanjeng Kyai Guntur Madu ditata di tratag
bagian timur, sedangkan Kanjeng Kyai Nagawilaga ditata di
tratag bagian barat.
Selepas waktu shalat Isya dan setelah semua persiapan
selesai, para abdi dalem yang bertugas di Bangsal Ponconiti
memberi laporan pada Sri Sultan bahwa upacara siap dimulai.
Setelah ada perintah dari Sri Sultan melalui abdi dalem yang
diutus, gamelan sekaten mulai dibunyikan. Gamelan sekaten
dibunyikan mulai dari pukul 19.00 WIB hingga pukul 23.00
WIB. Penabuhan gamelan dilakukan berselang-seling dari
kanjeng Kyai Guntur Madu disusul Kanjeng Kyai Nagawilaga
dengan urutan gending yang sudah ditentukan.
Pada pukul 20.00 WIB, Sri Sultan atau utusannya diiringi para
pangeran, kerabat, dan para bupati datang ke tempat gamelan
dibunyikan untuk menyebarkan udhik-udhik. Menurut
kepercayaan masyarakat, kepingan uang logam udhik-udhik
dapat membawa keberuntungan, kesejahteraan, dan
kebahagiaan bagi siapa saja yang berhasil mendapatkannya.
Awalnya udhik-udhik disebarkan di Bangsal Ponconiti tratag
timur, ke arah para penabuh gamelan Kanjeng Kyai Guntur
Madu, kemudian ke Bangsal Ponconiti tratag barat, ke arah
para penabuh gamelan Kanjeng Kyai Nagawilaga, selanjutnya
disebarkan ke arah pengunjung.
Pada saat Sri Sultan atau utusannya menyebar udhik-udhik,
para pemukul gamelan tidak berani mengambil, melainkan
terus melanjutkan tugasnya untuk memukul gamelan. Setelah
gending yang dibunyikannya berakhir, barulah mereka berani
memunguti udhik-udhik yang jatuh di dekatnya. Saat Sri
Sultan atau yang mewakili datang mendekat, bunyi gamelan
yang didekati dibuat lembut dengan dipukul tidak teerlalu
keras, sampai sultan mendekati tempat tersebut. Dimulainya
penabuhan gamelan pusaka Kanjeng Kyai Sekati merupakan
pertanda dimulainya upacara sekaten.
3. Tahap Gamelan Sekaten Dipindahkan ke Halaman Masjid
Besar
Tahap selanjutnya adalah tahap gamelan sekaten dipindahkan
ke halaman Masjid Besar. Pada pukul 23.00 WIB, bunyi
gamelan sudah berhenti. Bersamaan dengan itu, datanglah
para prajurit yang akan bertugas mengawal iring-iringan
gamelan dari kraton menuju halaman Masjid Besar, serta para
abdi dalem KHP Wahono Sarta Kriya yang akan bertugas
mengusung gamelan.
Pada pukul 24.00 WIB, gamelan Kanjeng Kyai Sekati
dipindahkan dari kraton ke halaman Masjid Besar.
Pemindahan gamelan dikawal oleh dua pasukan prajurit
kraton, yaitu Prajurit Mantrijero dan Prajurit Ketanggung.
Urut-urutan iring-iringan diawali petugas pengawal kepolisian,
diikuti para panji abdi dalem prajurit, disambung abdi dalem
sipat bupati keprajan utusan pemerintah Kota Yogyakarta,
disambung abdi dalem prajurit ngurung-urung (melindungi di
samping kiri dan kanan) jalannya iring-iringan gamelan, diikuti
oleh orang-orang yang semula berkerumun di halaman
Kemandhungan.
Di Masjid Besar, gamelan sekaten dibunyikan selama 7 hari 7
malam, kecuali pada hari Kamis malam atau Malam Jumat
hingga sehabis shalat Jumat. Setiap hari gamelan sekaten
dibunyikan sebanyak tiga kali, yaitu pagi (pukul 08.00 – 11.00
WIB), siang (pukul 14.00 – 17.00 WIB), dan malam (pukul
20.00 – 23.00 WIB). Cara membunyikannya adalah bergantian
dari Kanjeng Kyai Guntur Madu kemudian Kanjeng Kyai
Nagawilaga, dengan gending yang sama.
4. Tahap Sri Sultan Hadir di Masjid Besar
Pada malam ketujuh, tanggal 11 Rabiulawal malam di Masjid
Besar diselenggarakan pembacaan riwayat Nabi Muhammad
SAW dan penyebaran udhik-udhik oleh sultan. Kehadiran
sultan dari kraton menuju Masjid Besar dengan mengendarai
kendaraan, diiringi oleh para pangeran dan kerabat. Di pintu
gerbang Masjid Besar, sultan disambut Sri Paduka Paku Alam,
Kanjeng Raden Pengulu, walikota Yogyakarta, dan para Abdi
Dalem Sipat Bupati beserta para tamu undangan.
Sesampainya di halaman Masjid Besar, sultan menuju ke
Pagongan selatan untuk menyebarkan udhik-udhik ke arah
penabuh gamelan Kanjeng Kyai Guntur Madu, kemudian
menuju ke Pagongan utara untuk menyebarkan udhik-udhik ke
arah penabuh gamelan Kanjeng Kyai Nagawilaga. Selanjutnya
sultan melanjutkan perjalanan menuju masjid.
Sesampainya di depan Mihrab, Sri Sultan dan Kyai Pengulu
berdiri di depan pengimamam menghadap ke arah timur.
Seorang abdi dalem punokawan kaji menyerahkan pada sultan
sebuah bokor berisi udhik-udhik untuk disebar di antara saka
guru Masjid Besar serta ke arah kerabat, para abdi dalem,
beserta para hadirin. Setelah itu, sultan keluar dari masjid lalu
duduk di serambi masjid dengan beralaskan kain putih.
Setelah semuanya siap, sultan mengucapkan salam, lalu
memberi isyarat pada Kanjeng Raden Pengulu untuk memulai
membacakan riwayat Nabi Muhammad SAW. Pada saat
pembacaan Mulud Nabi Muhammad SAW sampai pada
asrokal (peristiwa kelahiran nabi), Sri Sultan beserta para
pengiringnya menerima persembahan bunga cempaka dari
Kyai Pengulu. Pembacaan riwayat Mulud Nabi Muhammad
SAW selesai kira-kira pukul 24.00 WIB. Bacaan diakhiri
dengan doa oleh Kanjeng Raden Pengulu. Setelah doa, sultan
mengucapkan salam lalu kembali ke kraton.
5. Tahap Kondur Gongso
Pada tanggal 11 Rabiulawal, kira-kira pukul 24.00 WIB,
setelah sultan meninggalkan Masjid Besar, gamelan sekaten
diboyong kembali ke kraton, yang disebut kondur gongso.
Sesampainya di kraton, gamelan langsung disemayamkan di
tempatnya semula. Dengan dipindahkannya gamelan pusaka
Kanjeng Kyai Sekati kembali ke kraton, menandakan bahwa
upacara sekaten telah selesai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar